Estimasi Kubikasi dengan Elevation Profile Google Earth
Begini ceritanya, beberapa waktu lalu saya diminta bantuan seseorang rekan kerja saya untuk menghitung estimasi kubikasi tanah yang ada di suatu area. Beliau tidak muluk-muluk sih, cuma suruh melihat area aja kira berapa dalam tanah yang bisa dikeruk tinggal mengkalikan dengan luasan areanya. Karena bukan suatu hal yang bisa dikatakan sangat membutuhkan ketelitian tinggi seperti menghitung kubikasi volume batu bara atau sejenisnya maka saya sedikit berfikir ada gak ya cara yang lebih sedikit akurat dibanding hanya dengan melihat pandangan mata. Karena sebelumnya saya pernah punya informasi data disekitar area tersebut yang menginfokan jika pada elevasi tanah sekian bisa diambil danah dengan kedalaman sekian. Nah, berawal dari info inilah saya teringat dengan Google Earth.
Langsung saja saya membuka google earth, kemudian memasukan batas area dengan format file *.kmz. Tentunya tidak asing kan dengan format *.kmz? kalau bingung tanya aja mbah google cara bikin file *.kmz.
Setelah mengeplotkan batasnya kemudian saya membuat garis dengan menu path seperti jalur terbang pesawat. Apa tujuannya? hhhee.. aku berencana membuat data ketinggian dengan sistem grid.
Setelah grid dari path tersebut terbentuk kemudian klik kanan grid yang anda buat kemudian pilih "elevation profile". Nah dari situ anda akan ditampilkan sebuah profile elevasi tanah dari garis yang anda buat. Anda dapat menggerakan krusor kekanan atau kekiri yang ditunjukan dengan tanda panah berwarna merah yang bergerak diatas garis grid.
Setelah mendapatkan tinggi elevasi tanah pada area tersebut barulah saya mengkalkulasi estimasi kubikasi tanah yang dapat diambil. Simpel kan brooh, daripada sekedar mengira-ngira dengan pandangan mata, ada baiknya dengan cara ini. hhe... Semoga bermanfaat.
Membuat peta dengan google map
Menghitung Tinggi Tiang Dengan Total Station
Terus berlanjut sampai semester akhir, sepertinya gak keren kalau IUT dapet B. Iseng-iseng disemester akhir sambil skripsi ngulang si mata kuliah ini, hahaha.. kali ini dapet A. Alhamdulillah..
STUNED Refresher Course on Main streaming Disaster Risk Reduction into Spatial Regional Planning
Pengarusutamaan prinsip pengurangan risiko bencana dalam perencanaan spasial telah menjadi kebutuhan bagi Indonesia. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dapat menjadi piranti penting untuk mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan dalam rangka pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pengurangan risiko bencana. Sebagai respon terhadap kebutuhan tersebut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Fakultas Teknik UGM menyelenggarakan STUNED Refresher Course dengan judul: Mainstreaming Disaster Risk Reduction into Spatial Regional Planning dengan peserta para profesional dari instansi pemerintah misalnya BPPT, PVMBG, Bakosurtanal, Pemerintah Daerah dan BNPB. Kursus Kursus diselenggarakan mulai tanggal 10 Oktober sampai dengan 21 Oktober 2011 dengan panitia lokal oleh
Peta Partisipatif Risiko Banjir Lahar Dingin Kali Code
Ketersediaan peta ancaman banjir lahar dingin sepanjang bantaran sungai yang berhulu di Gunung Merapi sampai saat ini belum tersedia. Sehingga diperlukan penyusunan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin yang informatif sebagai dasar rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam upaya memenuhi ketersediaan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin maka dilaksanakanlah penyusunan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin skala besar.
Wilayah penelitian: Penggal Utara, Tengah dan Selatan Kali Code
- Penggal Utara : Sariharjo, Jetisharjo, Cokrodiningratan, Terban, Sinduadi, Sendowo, Blimbingsari
- Penggal Tengah : Gowongan, Kotabaru, Suryatmajan, Purwokinanti, Ngupasan, Tegalpanggung
- Penggal Selatan : Prawirodirjan, Keparakan, Wirogunan, Brontokusuman dan Sorosutan.
Analisis Risiko
Analisis risiko dan pemetaan risiko bencana perlu ditentukan terlebih dahulu unit spasial dari pemetan risiko bencana. Dalam penelitian ini pemetaan risiko bencana ini ditujukan untuk menghasilkan peta risiko tingkat kelurahan.
Level kedetilan analisis mencerminkan unit spasial analisis risiko. Semakin global unit analisisnya, semakin umum tingkat kedetilan informasi risiko yang didapat, begitu pula sebaliknya, semakin lokal unit analisisnya semakin detil informasi risikonya sehingga peta risiko tingkat kelurahan lebih detil dan menyeluruh dibanding peta risiko tingkat kecamatan.
Berdasarkan Hyogo Framework for Risk Reduction mempertimbangkan aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas :
dengan:
R = Risk
H = Hazard
V = Vulnerability. . . . . . . . . . . . . . . . . . . R = H * V/C
C = Capacity
Penentuan tingkat risiko bahaya berdasarkan probabilitas terjadinya ancaman yang dapat mengakibatkan kehilangan/kerugian sosial ekonomi pada komunitas. Dalam hal ini, komunitas suatu unit administrasi memiliki potensi kerentanan ditinjau dari aspek fisik, sosial ekonomi dan lingkungan serta aspek adanya kapasitas menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Manfaat utama dari peta risiko adalah dapat disusun program pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas menghadapi ancaman bencana misalnya ancaman banjir. Misalnya dari peta risiko bencana banjir yang ada, pemerintah dapat memprioritaskan pembangunan sistem peringatan dini, pembangunan fisik tanggul dan perlunya sosialisasi pengolahan sampah pada daerah-daerah yang berisiko tinggi secara akurat dan tepat. Memanfaatkan teknologi GIS (Geographic Information Systems) atau Sistem Informasi Geografis (SIG), peta risiko bencana yang mempertimbangkan ketiga aspek tersebut mampu disusun secara lengkap dan akurat (Aditya, 2010).
Berikut contoh Tabel pembobotan:
Diagram Alir Penelitian:
Contoh Hasil Peta Risiko: (Penggal Wirogunan)
GNSS CORS Untuk Survei Kadastral
GNSS-CORS, yang merupakan kependekan dari (Global Navigation Satellite System)- Continuously Operating Reference Stations adalah sistem jaringan kontrol GPS yang beroperasi secara kontinu untuk acuan penentuan posisi GPS (realtime maupun post processing) dan dapat diakses oleh siapapun yang membawa receiver GPS dengan spesifikasi tertentu. GNSS-CORS melayani klien yang melakukan pengukuran GNSS (GPS, GLONASS) dengan metode deferensial (data kode) dan RTK (data fase). Untuk dapat mengakses GNSS-CORS, receiver klien harus dilengkapi dengan sambungan internet untuk maksud komunikasi data dari stasiun GNSS-CORS ke receiver klien. Dalam hal ini data GNSS-CORS tersedia melalui web dalam format RINEX (Receiver Independent Exchange) maupun streaming NTRIP (Networked Tranport RTCM via Internet Protocol). NTRIP adalah sebuah metode untuk mengirimkan koreksi data GPS/GLONASS (dalam format RTCM) melalui internet. RTCM sendiri adalah kependekan dari Radio Technical Commission for Maritime Services, yang merupakan komite khusus yang menentukan standard radio navigasi dan radio komunikasi maritim internasional. Data format RINEX disediakan untuk pengolahan data secara post-processing sedangkan data NTRIP untuk pengamatan posisi secara real-time
Data Layanan CORS
Data layanan CORS meliputi data dalam format RINEX dan streaming NTRIP. Data RINEX dapat diunduh untuk kemudian diolah dengan menggunakan software komersial (LGO, TGO, GPSurvey, Pinnacle, dll) maupun scientific (GAMIT, Bernese, dll). Pemrosesan dapat dilakukan dengan men-diferensialkan data RINEX dari CORS dengan data RINEX hasil pengukuran klien. Koreksi data GPS dalam format RTCM ini digunakan untuk penentuan posisi secara real-time (RTK atau DGPS)
Cara Menggunakan Data NTRIP dari CORS
Klien mengunduh RTCM dari NTRIP dengan menggunakan koneksi GPRS, GSM, Satphone dan sebagainya. RTCM yang diunduh secara real-time tersebut digunakan untuk koreksi posisi dalam pengamatan dengan RTK maupun DGPS. Teknik ini merupakan inovasi terhadap teknik RTK dan DGPS konvensional. Seperti diketahui bahwa metode RTK dan GPS konvensional hanya mampu menjangkau jarak sekitar 5 – 10 km, sementara teknik RTCM ini mampu menjangkau jarak sampai 100 km. Format khusus untuk GPS adalah RTCM-104, berupa data biner yang terdiri atas beberapa versi sebagai berikut:
RTCM:
1. RTCM 2.0 (Koreksi Kode untuk DGPS)
2. RTCM 2.1 (Koreksi Kode dan Fase untuk RTK)
3. RTCM 2.2 (Koreksi Kode dan Fase untuk RTK + GLONASS )
4. RTCM 2.3 (Koreksi Kode dan Fase untuk RTK + GPS Antenna Definition)
5. RTCM 3.0 (Koreksi Kode dan Fase untuk RTK + Network RTK untuk
GNSS).
Aplikasi CORS
CORS dapat diaplikasikan untuk berbagai macam keperluan seperti pemetaan bidang tanah, navigasi pesawat terbang, kapal laut maupun kendaraan di darat , survei pemetaan skala besar, pemantauan deformasi/ pergeseran struktur bangunan besar seperti jembatan, bendungan dan bangunan bertingkat dan monitoring bangunan situs purbakala seperti candi.
Kisaran ketelitian aplikasi CORS untuk post-processing survei statik hampir sama dengan post-processing survei statik konvensional, sedangkan kisaran ketelitian aplikasi CORS untuk RTK dan DGPS secara umum adalah:
• RTK dengan menggunakan data fase: kisaran 1cm + 1ppm s/d 2cm + 2ppm (untuk jarak sekitar 30km, akurasi turun sampai 3 - 4cm)
• Menggunakan data kode: kisaran 1m dalam radius jarak sampai dengan 200km
Teknologi GNSS CORS ini relatif baru di Indonesia, sehingga belum banyak dikenal oleh masyarakat termasuk masyarakat yang berkecimpung dalam survey pemetaan.
foto angkatan "GEODESY'07 UGM"
aku iseng-iseng gabungin foto-foto kalian ni..
gag jelek-jelek amat c... tapi lumayan kan buat kenangan... hhhe...
kalo mau download klik aja link dibawah ini
foto_angkatan.rar
Model Terrain Digital-ArcMap
Model is an object or a concept which is used to represent something else (Z. Li, Q. Zhu, C. Gold, 2005)
Yang menjadi dasar dibentuknya suatu model adalah dapat digunakan sebagai prediksi dan control terhadap suatu area yang akan dimodelkan. Dengan demikian model permukaan suatu area seharusnya secara akurat merepresentasikan permukaan sesungguhnya, cocok untuk pengumpulan data yang efisien, meminimalkan kebutuhan storage memory, dan tepat untuk analisis permukaan.
Dan DTM sendiri dapat diartikan sebagai representasi ketinggian dari suatu continuous terrain atau permukaan (tanpa ada feature alam dan hand made) dalam bentuk digital atau numeric, dalam system koordinat X, Y, Z. Pengertian DTM mencakup tidak hanya tinggi (height) dan elevasi (elevation), tetapi juga unsur-unsur morfologi yang lain seperti garis sungai, dsb.
Interpolation is an approximation problem in mathematics and an estimation problem in statistics. Interpolation in digital terrain modeling is used to determine the height value of a point by using the known heights of neighbouring points. (Z. Li, Q. Zhu, C. Gold, 2005)
Dikarenakan permukaan disajikan sebagai garis kontur, maka proses interpolasi dilakukan untuk mendapatkan informasi ketinggian lokasi yang terletak di antara garis kontur. Dari proses digitasi yang telah dilakukan, garis kontur yang semula dibentuk melalui proses interpolasi titik-titik tinggi hasil pengukuran kini garis kontur yang terdigit dianggap sebagai suatu kumpulan titik-titik yang memiliki ketinggian tertentu. Dari titik-titik yang sudah memiliki informasi ketinggian inilah dilakukan proses interpolasi untuk membentuk suatu terrain digital.
UNTUK CONTOH PEMBUATAN TERRAIN DAPAT DIDOWNLOAD DISINI