Peta Partisipatif Risiko Banjir Lahar Dingin Kali Code

Pada Awal November 2010 terjadi erupsi di Merapi yang mengakibatkan banjir lahar dingin di sepanjang sungai yang berhulu di Merapi. Bencana ini tidak hanya merusak pemukiman di sepanjang bantaran kali namun juga berdampak pada fasilitas umum seperti rusaknya jembatan, tanggul, dan lain-lain. Pemerintah sebagai pihak yang berwenang hendaknya memiliki perencanaan yang detil untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi supaya tindakan yang dilakukan efektif dan di kemudian hari tidak terjadi kerugian yang sama. Untuk itu diperlukan sebuah data yang menunjang kegiatan perencanaan tersebut, salah satunya berupa peta ancaman banjir dan lahar dingin sepanjang kawasan yang dilalui sungai-sungai yang berhulu di Merapi.

Ketersediaan peta ancaman banjir lahar dingin sepanjang bantaran sungai yang berhulu di Gunung Merapi sampai saat ini belum tersedia. Sehingga diperlukan penyusunan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin yang informatif sebagai dasar rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam upaya memenuhi ketersediaan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin maka dilaksanakanlah penyusunan peta ancaman bahaya banjir lahar dingin skala besar.

Wilayah penelitian: Penggal Utara, Tengah dan Selatan Kali Code

- Penggal Utara : Sariharjo, Jetisharjo, Cokrodiningratan, Terban, Sinduadi, Sendowo, Blimbingsari
- Penggal Tengah : Gowongan, Kotabaru, Suryatmajan, Purwokinanti, Ngupasan, Tegalpanggung
- Penggal Selatan : Prawirodirjan, Keparakan, Wirogunan, Brontokusuman dan Sorosutan.

Analisis Risiko
Analisis risiko dan pemetaan risiko bencana perlu ditentukan terlebih dahulu unit spasial dari pemetan risiko bencana. Dalam penelitian ini pemetaan risiko bencana ini ditujukan untuk menghasilkan peta risiko tingkat kelurahan.
Level kedetilan analisis mencerminkan unit spasial analisis risiko. Semakin global unit analisisnya, semakin umum tingkat kedetilan informasi risiko yang didapat, begitu pula sebaliknya, semakin lokal unit analisisnya semakin detil informasi risikonya sehingga peta risiko tingkat kelurahan lebih detil dan menyeluruh dibanding peta risiko tingkat kecamatan.
Berdasarkan Hyogo Framework for Risk Reduction mempertimbangkan aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas :

dengan:
R = Risk
H = Hazard
V = Vulnerability. . . . . . . . . . . . . . . . . . . R = H * V/C
C = Capacity

Penentuan tingkat risiko bahaya berdasarkan probabilitas terjadinya ancaman yang dapat mengakibatkan kehilangan/kerugian sosial ekonomi pada komunitas. Dalam hal ini, komunitas suatu unit administrasi memiliki potensi kerentanan ditinjau dari aspek fisik, sosial ekonomi dan lingkungan serta aspek adanya kapasitas menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Manfaat utama dari peta risiko adalah dapat disusun program pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas menghadapi ancaman bencana misalnya ancaman banjir. Misalnya dari peta risiko bencana banjir yang ada, pemerintah dapat memprioritaskan pembangunan sistem peringatan dini, pembangunan fisik tanggul dan perlunya sosialisasi pengolahan sampah pada daerah-daerah yang berisiko tinggi secara akurat dan tepat. Memanfaatkan teknologi GIS (Geographic Information Systems) atau Sistem Informasi Geografis (SIG), peta risiko bencana yang mempertimbangkan ketiga aspek tersebut mampu disusun secara lengkap dan akurat (Aditya, 2010).

Berikut contoh Tabel pembobotan:


Diagram Alir Penelitian:


Contoh Hasil Peta Risiko: (Penggal Wirogunan)


No comments: